Komisi II DPRD Kaltim Ajukan Perpanjangan Waktu Pembahasan Dua Raperda BUMD

RAIDMEDIA, SAMARINDA – Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) resmi meminta tambahan waktu satu bulan untuk menyelesaikan pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PT Migas Mandiri Pratama (MMP) dan PT Jamkrida. Perpanjangan masa kerja ini dinilai penting agar seluruh ketentuan dalam rancangan regulasi dapat dirumuskan lebih komprehensif dan tepat sasaran.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecelle, mengatakan bahwa proses pembahasan sempat berjalan lebih lambat dari target awal. Penyebabnya, terdapat satu pasal strategis yang harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Langkah tersebut wajib ditempuh agar aturan yang disusun tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Ini yang membuat progres kami sedikit terhambat. Konsultasi ke Kemendagri wajib dilakukan supaya aturan yang dihasilkan berjalan searah dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Dalam Rapat Paripurna pada Senin (17/11/2025), Komisi II telah menyampaikan permohonan perpanjangan masa kerja secara resmi. Sabaruddin menjelaskan, tambahan waktu diperlukan untuk memastikan penyempurnaan substansi dan administrasi sebelum tutup tahun. Kendati demikian, ia memastikan bahwa pembahasan inti kedua Raperda tersebut sudah berada di tahap akhir.
“Hampir semua materi sudah selesai. Hanya beberapa klausul yang masih butuh pendalaman dan konfirmasi tambahan. Idealnya memang diikuti uji publik, tetapi untuk Raperda ini tidak diperlukan karena ruang lingkupnya lebih bersifat internal,” jelasnya.
Sabaruddin menegaskan, uji publik hanya diwajibkan apabila regulasi yang disusun memiliki dampak luas bagi masyarakat atau berkaitan erat dengan pihak ketiga. Sementara dua Raperda yang sedang dibahas ini lebih fokus pada penguatan pengaturan internal BUMD di lingkungan Pemprov Kaltim.
Beberapa pasal yang masih difinalisasi meliputi peningkatan tata kelola perusahaan daerah, optimalisasi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta mekanisme setoran dari sektor migas dan batu bara. Aturan pelaksanaan Participating Interest (PI) 10 persen juga menjadi salah satu materi yang perlu dimatangkan.
“Beberapa ketentuan terkait pengelolaan perusahaan daerah harus dimatangkan lagi agar implementasinya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” tegas Sabaruddin.



