Baharuddin Demmu Kritik Penempatan Sekolah Rakyat di Kawasan Perkotaan

RAIDMEDIA, SAMARINDA – Program Sekolah Rakyat di Kalimantan Timur (Kaltim) menuai kritik dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menilai pelaksanaan program tersebut mulai melenceng dari semangat awal pendiriannya, yakni menjangkau masyarakat yang belum tersentuh pendidikan formal.
“Jangan sampai program yang sejatinya ditujukan untuk masyarakat pinggiran justru berganti label di kota. Kalau seperti itu, kita kehilangan makna dari nama ‘Sekolah Rakyat’ itu sendiri,” ujar Baharuddin.
Ia mengungkapkan, sejumlah Sekolah Rakyat justru berdiri di kawasan pusat pemerintahan seperti Samarinda, Tenggarong, Penajam, dan Tanjung Redeb. Menurutnya, kondisi ini bertolak belakang dengan tujuan awal program, yang semestinya hadir sebagai ruang belajar alternatif bagi masyarakat pedalaman, kampung, serta wilayah tertinggal yang minim akses pendidikan.
“Sekolah Rakyat harus berpijak pada realitas masyarakat yang belum pernah merasakan pendidikan. Kalau tidak, kita hanya membuat sekolah baru dengan nama berbeda, tapi meninggalkan mereka yang paling membutuhkan,” tegas politisi dari Komisi I tersebut.
Baharuddin mendorong implementasi Sekolah Rakyat tidak sekadar menjadi proyek administratif tanpa substansi. Ia menyebut perlunya regulasi teknis yang lebih rinci, meliputi penentuan lokasi prioritas, sasaran peserta didik, mekanisme rekrutmen, hingga sistem evaluasi yang transparan.
“Kalau memang dibutuhkan peraturan daerah, kami siap bantu buatkan. Tapi jangan sampai ini jadi simbol tanpa substansi. Harus betul-betul hadir untuk rakyat,” ujarnya lagi.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan DPRD sejak tahap awal perencanaan, bukan hanya saat pembahasan anggaran.
“Kalau dari awal kita dilibatkan, kita bisa mengawal bersama. Jangan sampai kami hanya diminta menyetujui anggaran tanpa tahu seperti apa perencanaannya,” imbuhnya.
Di akhir pernyataannya, Baharuddin mengingatkan bahwa nama Sekolah Rakyat mengandung nilai filosofis dan tanggung jawab moral. Ia berharap program ini benar-benar menjangkau kelompok masyarakat yang paling tertinggal dalam hal pendidikan.
“Rakyat yang benar-benar belum mendapatkan hak pendidikannya yang harus jadi prioritas. Mereka yang jauh dari akses, terbentur biaya, atau tinggal di pelosok. Bukan justru dipusatkan di kota-kota,” pungkasnya. (adv/bi)



